Catatan saya kali ini diawali dengan sebuah cerita. Pernah dengar cerita tentang kera yang terperosok ke dalam lubang? Alkisah di sebuah pohon berkumpul banyak kera. Segerombolan kera tersebut menikmati kebersamaan dengan bersenda gurau. Saking asyiknya tidak sadar kalau dibawah pohon tersebut ada lubang yang dalam.
Dahan yang diinjak empat ekor kera patah dan serta merta empat kera tersebut jatuh ke dalam lubang tersebut. Teman-teman kera yang di atas kemudian berkumpul di sekitar mulut lubang. Empat kera yang dibawah berusaha naik untuk keluar dari lubang tersebut. Teman-teman kera yang di atas memberi semangat untuk naik. Karena dalam dan licin, satu per satu kera tersebut jatuh lagi. Demikian seterusnya usaha yang dilakukan.
Berjalannya waktu satu kera menyerah dan diam saja. Ketiga temannya tetap berusaha untuk naik. Kerumunan kera di atas mulai berbeda suara. Ada yang memberi semangat dan tidak sedikit memberi saran untuk tidak naik karena susah. Satu kera lagi menyerah tidak lagi berusaha untuk naik. Kini tinggal dua kera yang berusaha sekuat tenaga.
Kerumunan kera di atas tetap bersuara tetapi tidak memberi semangat. “Menyerah saja, percuma kalian berusaha karena lubangnya dalam dan licin”, seru kera dari atas. Satu kera kemudian menyerah lagi dan pasrah mengikuti dua temannya di dasar lubang. Tinggal satu kera yang masih berusaha keras naik ke atas. Suara-suara dari teman di atas semakin tidak memberi semangat. Mereka berteriak untuk menyerah saja. Tetapi kera yang satu ini terus saja naik. Kerja keras dan semangat yang tinggi akhirnya mampu membawa dirinya keluar dari lubang.
Teman-teman kera yang di atas heran atas kenekatan teman yang satu itu. Mereka penasaran dan bertanya kenapa kamu terus naik padahal kami meminta Anda menyerah. Si kera yang naik tersebut hanya senyum-senyum saja. Usut punya usut ternyata kera tersebut tuli sehingga tidak bisa mendengar teriakan teman-temannya untuk menyerah saja.
Apa hikmah di balik cerita tersebut? Dalam berorganisasi kita menghadapi banyak masukan dari orang-orang. Masukan tersebut kadang bertolak belakang satu dengan yang lain. Terutama saat kita mengambil sebuah keputusan. Tidak perlu kita menjadi tuli untuk tidak mendengar masukan tersebut. Tetapi kita perlu menyaring pendapat yang masuk.
Pertanyaannya apa patokan kita sebagai pemimpin dalam mengambil keputusan? Salah satunya kita bisa menggunakan pendekatan 5 Pertanyaan ala Graham Tucker. Apa saja lima pertanyaan tersebut? Mari kita bikin pendekatan pengambilan keputusan etis dengan pertanyaan sebagai berikut. Yang pertama apakah keputusan tersebut menguntungkan? Pertanyaan ini memeriksa interest bagi warga sekolah dan biasanya bersifat jangka pendek.
Pertanyaan yang kedua apakah keputusan tersebut sah di mata hukum? Pertanyaan ini memeriksa interest dari masyarakat luas. Pertanyaan yang ketiga apakah keputusan tersebut adil? Pertanyaan ini memeriksa interest dari semua stakeholder.
Sementara dua pertanyaan yang lain adalah apakah keputusan tersebut benar? Pertanyaan ini memeriksa hak lain yang mungkin terabaikan jika keputusan ini diambil. Dan pertanyaan terakhir apakah keputusan tersebut mendukung pembangunan berkelanjutan?
Dengan menggunakan lima pertanyaan tersebut kita akan bisa mengambil keputusan secara komprehensif. Selamat mencoba.