Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19 telah menginfeksi jutaan orang di lebih dari 200 negara di dunia dan menyebabkan banyak kematian. Penyakit yang disebabkan oleh Severe Acute Resviratory Syndrome-Coronavirus 2 atau SARS-CoV-2 ini pertama kali dilaporkan di Kota Wuhan Provinsi Hubei, China.
Pandemi COVID-19 mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan, tak terkecuali aspek Pendidikan. Untuk memutus mata rantai peyebaran COVID-19-dimana siswa dapat berperan sebagai pembawa dan penyebar penyakit tanpa gejala-hampir semua negara meniadakan kegiatan di sekolah. Hingga April 2020, lebih dari 400 juta siswa di dunia diwajibkan untuk belajar di rumah.
Konsekuensi dari penutupan Lembaga Pendidikan secara fisik dan mengganti dengan belajar di/dari rumah sebagaimana kebijakan pemerintah adalah adanya perubahan sistem belajar mengajar. Pengelola sekolah, siswa, orang tua, dan tentu saja guru harus bermigrasi ke sistem pembelajaran digital atau online, yang lebih dikenal dengan istilah e-learning atau dikenal dengan istilah pembelajaran dalam jaringan atau “pembelajaran daring” di Indonesia. Secara serempak, mayoritas lembaga pendidikan memilih opsi pembelajaran daring.
Kecepatan dan ketepatan beradaptasi dari pembelajaran tatap muka ke daring sangat dipengaruhi dari pola kepemimpinan kepala sekolah, karena dialah pimpinan tertinggi di sekolah, dan dialah yang bisa mengambil keputusan dalam segala hal.
Pengambilan keputusan secara tepat dalam menghadapi pembelajaran di masa pandemi ini sangat bergantung pada manajemen pengembangan sekolah. Pengembangan sekolah tersebut didasarkan pada empat prinsip, yaitu: yang pertama Equifinality. Sekolah harus mampu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Termasuk dalam hal ini adalah permasalahan pembelajaran daring. Ketika 16 Maret 2020 edaran dari Kemendikbud untuk meniadakan pembelajaran tatap muka berganti daring, kepala sekolah harus secara cepat dan tepat membuat keputusan untuk menyiapkan PJJ dengan baik. Langkah pertama adalah menerbitkan SOP Pembelajaran daring untuk memandu guru-guru melakukan persiapan. Penerbitan SOP didukung dengan petunjuk teknis pembelajaran daring dan disertai dengan pendampingan intensif guru-guru dalam membuat kelas online.
Prinsip yang kedua adalah Decentralization. Dalam hal ini, manajemen sekolah harus mampu menemukan masalah, memecahkannya tepat waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas pengajaran dan pembelajaran. Dengan kewenangan yang besar, kepala sekolah mengarahkan guru bermigrasi dari tatap muka ke daring untuk memberi layanan terbaik bagi siswa dan orang tuanya di rumah.
Prinsip yang ketiga adalah Self-Management System. Manajemen sekolah harus menyadari bahwa pentingnya mempersilahkan sekolah menjadi sistem pengelolaan secara mandiri di bawah kebijakannya sendiri. Sekolah berinisiatif melakukan inovasi-inovasi secara mandiri mengatasi permasalahan pembelajaran daring.
Prinsip yang terakhir adalah Human Initiative. Perspektif sumber daya manusia menekankan bahwa orang adalah sumber daya berharga di dalam organisasi sehingga poin utama manajeman adalah mengembangkan sumber daya manusia di dalam sekolah untuk berinisitatif. Berdasarkan perspektif ini maka Manajemen Sekolah bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai untuk warga sekolah agar dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan dapat diukur dari perkembangan aspek sumber daya manusianya. Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Jadi guru-guru di sekolah adalah aset yang terus diasah kompetensi untuk mendukung kemajuan sekolah.