ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah hari ini kita masih bertemu dengan hari Senin, 20 September 2021, dan masih diberi kesehatan serta kesempatan tanpa halangan suatu apapun. Seperti biasa kami mulai kegiatan pagi sebelum mengawal PJJ dengan ibadah salat sunnah dhuha dan tadarus Al Qur’an. Setelah itu kegiatan dilanjutkan dengan kultum yang disampaikan oleh Anggita Fortuna Dewi, S.Pd, guru mata pelajaran Produktif Tata Busana.
Kultum yang disampaikan berjudul Surat at-Taubah Tak Dimulai dengan Basmalah. Setiap surat dalam Al-Quran diawali oleh basmalah kecuali dalam surat at-Taubah atau al-Bara’ah. Dalam surat at-Taubah tidak dicantumkan basmalah sebagaimana surat-surat yang lain. Hal demikian menimbulkan pertanyaan banyak kalangan: kenapa hanya surat at-Taubah yang tidak dicantumkan basmalah?
Dalam rangka menjawab pertanyaan di atas, perlu menjelaskan terlebih dahulu kronologi tidak dicantumkannya basmalah dalam surat at-Taubah. Ada beberapa sebab yang melatarbelakangi tidak dicantumkannya basmalah dalam surat di atas. Pertama, dalam tradisi Arab jahiliyah dahulu, jika mereka melakukan perjanjian dengan sebuah kaum atau kabilah yang lain dan hendak memutuskan perjanjian tersebut, maka mereka mengirimkan sepucuk surat pemutusan tanpa mencantumkan kalimat basmalah. Pun demikian, ketika umat Islam memutuskan perjanjian dengan orang-orang musyrik, Nabi mengutus Sayyidina Ali untuk membacakan surat di atas (at-Taubah) di hadapan mereka tanpa diawali dengan bacaan basmalah, sesuai adat mereka.
Kedua, Ibnu Abbas bertanya kepada Utsman tentang tidak dicantumkannya basmalah dalam surat at-Taubah. Utsman menceritakan kronologinya, bahwa pada masa Nabi, ketika wahyu diturunkan kepadanya, Nabi memanggil salah satu sekretaris beliau untuk mendokumentasinya, dan beliau mendekte penempatan dan tata letaknya. Perlu diketahui bahwa surat al-Anfal termasuk surat yang turunnya awal, sedangkan surat at-Taubah termasuk surat yang turunnya Terakhir, kedua kisah dan penyajiannya kedua surat di atas mirip dan hampir sama. Dalam hal tersebut, Nabi tidak menjelaskan bahwa surat al-Anfal bagian dari surat at-Taubah. Saya pun (Utsman bin Affan) berkesimpulan bahwa surat al-Anfal bagian dari surat at-Taubah. Oleh karena itu, saya urutkan kedua surat tersebut tanpa mencantumkan basmalah.
Ketiga, pada kekhalifahan Utsman, para sahabat berselisih pendapat tentang surat at-Taubah. Sebagian sahabat menganggap bahwa antara surat at-Taubah dan al-Anfal adalah satu surat yang tidak terpisahkan. Sebagian sahabat yang lain menganggap bahwa keduanya adalah dua surat yang mandiri. Untuk mendamaikan kedua perselisihan tersebut, Utsman mengambil sikap tengah, yaitu tidak mencantumkan basmalah. Tujuannya adalah agar kedua belah pihak yang berselisih dapat saling menerima. Dari pihak yang menganggap keduanya (al-Anfal dan at-Taubah) satu surat tidak keberatan, karena tidak dicantumkan basmalah. Sedangkan dari pihak yang menganggap keduanya adalah dua surat yang mandiri juga dapat menerima karena beda nama suratnya, meskipun tidak diawali dengan basmalah.
Keempat, diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa beliau bertanya kepada Sayyidina Ali tentang tidak dicantumkannya basmalah dalam surat at-Taubah. Sayyidina Ali menjelaskan bahwa basmalah adalah kalimat aman sementara surat at-Taubah turun sebab perang, tidak aman. Oleh karena demikian, antara aman dan perang tidak dapat disatukan. Demikian pula, dalam basmalah itu terdapat kandungan rahmat, kasih sayang, sedangkan dalam surat at-Taubah terdapat kemarahan. Oleh karena itu, antara rahmat dan kemarahan tidak bisa disatukan. Senada dengan pendapat di atas, Imam al-Sufyan mengatakan bahwa basmalah adalah ayat rahmah, rahmah memiliki arti aman. Sedangkan surat at-Taubah turun kepada orang-orang munafik dan mengandung perang, sebab itu tidak aman bagi orang-orang munafik.