Banyak kasus penderita COVID-19 yang mengalami kondisi saturasi oksigen rendah, sehingga harus diberi tambahan oksigen dengan alat bantu untuk menaikkan kembali angka saturasi oksigennya. Hal itu yang memicu kelangkaan ketersediaan tabung oksigen di rumah sakit dan apotek, karena kebutuhan pengguna tabung oksigen yang meningkat pesat dibanding sebelumnya.
Apa yang dimaksud saturasi oksigen? Dikutip dari laman ui.ac.id, Dr. Ceva Wicaksono Pitoyo, Sp. PD-KP., KIC, staf pengajar Respirologi Fakultas Kedokteran UI/FKUI menjelaskan, saturasi oksigen adalah persentase Hb (Hemoglobin) yang mengikat oksigen atau kejenuhan Hb yang teroksigenisasi.
Dalam bahasa sederhana, saturasi oksigen adalah kadar oksigen di dalam darah. Jika kadar oksigen dalam darah rendah, maka berbahaya bagi pasien sebab bisa memengaruhi fungsi organ-organ vital di dalam tubuh beserta jaringan tubuh lainnya. Mengapa penderita COVID-19 sering mengalami tingkat oksigen di dalam darah yang rendah? Karena sirkulasi oksigennya terhambat disebabkan infeksi virus pada paru-paru yang membuat organ pernapasan itu tidak bisa bekerja dengan baik. Akibatnya, terjadi penumpukan cairan di paru-paru yang menyulitkan oksigen masuk untuk diedarkan ke seluruh tubuh.
Saat oksigen tidak bisa diantarkan dengan baik ke seluruh tubuh termasuk ke beberapa organ vital seperti otak, jantung, ginjal, dan lainnya, maka fungsi organ organ tersebut akan terganggu. Jika kekurangan oksigen berlangsung dalam jangka waktu lama, maka organ bisa mengalami gagal fungsi dan pasien hilang kesadaran.
Pasien yang mengalami saturasi oksigen rendah sering tidak menunjukkan gejala apapun, yang dalam bahasa medis disebut happy hypoxia. Kondisi tersebut berbahaya, sebab pasien dapat tiba-tiba drop tanpa sempat diberi pertolongan dengan memberikan oksigen tambahan.
Untuk mengukur berapa angka atau nilai saturasi oksigen seseorang, ada dua cara yakni dengan analisis gas darah (AGD) dan menggunakan alat yang bernama oximeter. Cara mengukur dengan oximeter sangat sederhana, cukup menjepitkan alat tersebut pada ujung jari tangan pasien dan angka saturasi akan terlihat di bagian depan oximeter digital dengan jelas. Angka normal saturasi adalah antara 95 – 100 persen. Di bawah 90 persen adalah nilai saturasi yang dianggap rendah dan harus segera diberi bantuan oksigen.
Untuk menaikkan saturasi oksigen yang rendah pada orang yang tidak sakit, bisa dengan mengusahakan sirkulasi udara di ruangan lebih leluasa dengan membuka jendela dan pintu, olahraga teratur, konsumsi zat besi, menghindari asap rokok, serta memberikan bantuan oksigen menggunakan alat khusus pada pasien.
Mengetahui tingkat saturasi oksigen penting saat merawat pasien yang terinfeksi COVID-19. Memeriksa secara rutin per 6 jam adalah langkah yang disarankan, agar dapat memberikan pertolongan secepatnya jika saturasi oksigennya menurun. Laman who.int mewartakan wawancara Dr Janet Diazo sebagai perwakilan World Health Organisation atau WHO dengan program Science in 5, tentang pentingnya ketersediaan oksigen saat merawat pasien. Menurutnya, pengobatan paling penting yang dapat menyelamatkan nyawa penderita COVID-19 adalah oksigen medis.
Oksigen medis adalah oksigen murni yang dikompres dalam tabung serta harus selalu tersedia untuk mencegah gagal organ dan menjaga kadar saturasi oksigen dalam tubuh pasien tetap normal. Mengapa ketersediaan oksigen medis banyak mengalami kelangkaan saat ini? Apakah oksigen tersebut berbeda dengan oksigen yang setiap hari kita hirup? Menurut Dr Janet Diazo, untuk membuat oksigen medis dibutuhkan teknologi. Jumlah unsur oksigen (O2) di udara yang kita hirup selama ini hanya sekitar 21 % saja sehingga harus dikonsentrasikan dahulu menjadi oksigen medis atau oksigen murni dengan bantuan alat khusus. Alat ini yang tidak selalu tersedia di suatu wilayah sehingga menyebabkan kelangkaan.
Penulis : Agung Kurniawan, S.Pd, Guru SMKN 1 Tuntang
Editor : Nurul Rahmawati, M.Pd, Guru SMKN 1 Tuntang