Pandemi Covid-19 yang berlangsung selama 1 (satu) tahun lebih ini membawa dampak cukup signifikan bagi guru atau tenaga kependidikan. Jika guru terbiasa berkomunikasi, bertatap muka dan berinteraksi langsung dengan peserta didik, saat ini guru harus mengajar secara online. Apakah guru juga merasa bosan? Pastinya, karena guru juga manusia, tak jarang kami merasa jengah karena harus duduk lama dan memandang layar laptop selama berjam-jam. Hal ini akan membuat otot mata dan badan kaku. Akhirnya guru mengalami berbagai macam keluhan seperti mata lelah, otot tegang, badan pegal-pegal dan lain-lain. Lalu bagaimana agar rasa bosan tersebut dapat diatasi? Dan bagaimana agar mengajar jarak jauh tetap merasa bahagia?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, bahagia adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram. Meskipun kata orang bahagia itu sederhana, sayangnya tidak semua orang bisa memaknai kesederhanaan dengan kebahagiaan. Namun bagaimanapun cara orang memaknai definisi bahagia, pada akhirnya adalah, semua orang ingin bahagia karena bahagia adalah tanda bahwa kita mensyukuri hidup yang diberikan Tuhan.
Berikut adalah beberapa tips untuk meningkatkan rasa bahagia yang mungkin bisa kita terapkan.
- Tertawa.
Saat tertawa otot-otot wajah akan tertarik keatas, ini akan mencegak kerutan wajah. Dengan demikian bahagia dengan tertawa akan memberikan keuntungan yaitu mencegah penuaan dini. Usahakan untuk tertawa setiap hari saat bertemu rekan kerja atau saat melakukan zoom meeting dengan peserta didik. - Bersyukur
Hidup ini cuma sekali, kita wajib bersyukur. Bersyukur adalah sikap menyadari bahwa apa yang kita miliki adalah anugerah Tuhan. Jadi manusia wajib bersyukur atas apa yang dimiliki. Kawatir tidak akan menambah kita menjadi lebih baik namun justru menurunkan rasa percaya diri. Jadi Bersyukur justru akan membuat hati tenang dan bahagia. - Lakukan hal baru dan disukai.
Manusia pada dasarnya mudah bosan dengan rutinitas. Mencoba hal yang baru dan menyenangkan akan menjadikan pengalaman baru. Dan tentu saja membawa kebahagiaan tersendiri. Misalnya kita mencoba hobi baru seperti pergi ke wisata alam, wisata kuliner, melakukan olahraga atau merawat tanaman hias. Tidak ada salahnya menyisakan sedikit hasil pendapatan kita untuk hal-hal yang menyenangkan dan membuat kita bahagia. - Jangan berdiskusi dengan perasaan sedih.
Saat hati merasa sedih, lesu dan tidak bersemangat cobalah untuk melawan. Ucapkan pada diri sendiri untuk tetap semangat mengahapi hidup. Bahkan ilmuan menyatakan perasaan sedih akan menimbulkan zat asam yang mengakibatkan munculnya berbagai macam penyakit dalam tubuh. Hati yang gembira adalah obat, dengan bergembira zat-zat antibody tubuh akan bekerja dengan baik. Maka tidak ada alasan untuk kita diskusi dengan kesedihan, pilihkah berbahagia. - Nikmati saat ini.
Saat ini kita berprofesi sebagai guru, maka nikmatilah profesi itu. Dengan menikmati setiap proses, tugas dan segala hal yang berkaitan dengan profesi kita akan membuat kita enjoy. Saat menghadapi tugas atau masalah dengan peserta didik, usahakan menyelesaikan satu persatu. Alangkah lebih baik, mendiskusikanya dengan rekan kerja kita. Masalah tentang tugas guru tidak perlu dipendam sendiri. Karena sebuah masalah organisasi lebih baik dipecahkan bersama.
Jadi sebagai guru di masa pandemi ini, bahagia menjadi suatu hal yang wajib. Karena akan meningkatkan imun tubuh kita. Mencintai profesi adalah keharusan yaitu dengan menikmati proses pembelajaran dengan memperluas wawasan ilmu pengetahuan melalui membaca berbagai macam buku, menyimak seminar, vidio, audio dan lain sebagainya adalah sumber kebahagiaan seorang guru. Karena tanggung jawab seorang guru bukanlah sekedar menjelaskan subyek atau materi pelajaran, melainkan memberikan contoh sikap bahwa kemauan untuk terus belajar dapat meningkatkan kreatifitas dan memaksimalkan potensi diri. Seorang guru akan semakin bahagia jika mampu menginspirasi para siswa belajar lebih giat. Semakin bahagia dalam menjalankan tugasnya maka semakin meningkat pula kualitas pembelajaran yang dilakukan.
Keterangan : Foto diambil sebelum pandemi COVID-19.
Penulis : Naumi Ambarwati, S.Th.
Editor : Nurul Rahmawati, M.Pd.