Pendapat masyarakat umum mengatakan, “Pendidikan tidak hanya sebatas pada akademis saja, tetapi juga pendidikan non-akademis.” Dalam hal ini pendidikan karakter sebagai poros utama kecerdasan seorang anak. Di mana pendidikan karakter diharapkan menjadi acuan kehidupan sosial anak di masa sekarang dan mendatang. Dalam pembentukan karakter, orang tua memiliki peran yang sangat penting, karena orang tua adalah guru pertama bagi anak-anaknya di rumah.
Karakter peserta didik juga menjadi salah prioritas utama dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Namun di saat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) seperti ini, orang tua yang tidak dapat menggunakan perangkat telepon pintar atau smartphone merasa dilema. Orangtua harus mulai memantau dan memahami karakter putra-putrinya selama belajar di rumah, baik dari sikap, tingkah laku, tutur kata juga kejujuran.
Dalam hal ini diharapakan orangtua dan guru dapat bekerjasama untuk menciptakan pendidikan yang bermakna di rumah. Serta tidak hanya fokus dalam mencapai di akademik atau kognitifnya saja. Banyak orang tua yang mulai mengalami kesulitan atau mengeluh untuk memenuhi PJJ atau belajar online di rumah. Terutama dalam hal mengakses internet dan banyaknya tugas yang diberikan pada putra-putrinya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) telah menjadikan pendidikan karakter sebagai program prioritas. Dalam hal ini, penanaman sikap pelajar yang berlandaskan Pancasila menjadi kunci keberhasilan pendidikan karakter. Enam sikap pelajar Pancasila yang dirumuskan Kemendikbud antara lain berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, bergotong-royong, dan kebinekaan global. Menurut Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud Iwan Syahril, sejatinya pendidikan karakter ada di setiap mata pelajaran di sekolah. Karena itu, pendidikan karakter tidak perlu menjadi mata pelajaran khusus. Dia mencontohkan, mata pelajaran menggambar tidak hanya mengajarkan tentang teknik-teknik menggambar, tetapi juga melatih cara berpikir, mental dan karakter. Contoh lain pelajaran biologi, tidak sekadar menghafal nama tumbuhan, hewan atau organ manusia, tapi juga bisa jadi ajang melatih berpikir kritis sehingga mendorong ingin terus belajar.
Adanya dampak Covid-19, siap tidak siap orang tua harus menerima terjadinya pemindahan usaha pendidikan ke rumah. Hal ini berakibat banyak keluarga tergagap-gagap untuk beradaptasi. Memang banyak kendala belajar yang bermunculan dialami para keluarga siswa. Seperti kesulitan mengakses internet, beban biaya pengadaan pulsa kuota internet, dan yang paling utama adalah kesulitan menjadi guru bagi putra-putrinya sendiri. Di mana hal itu tidak pernah terpikirkan sama sekali sebelumnya.
Hamid Muhammad berpesan, fokus untuk saat ini adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan selama di rumah dan bukan menambah beban psikologis anak. Maka dari itu perlu adanya kolaborasi antara sekolah dan orang tua untuk menciptakan keberhasilan dalam mendidik anak. Guru, kepala sekolah dan juga penggiat pendidikan diharapkan untuk tetap optimis dalam memberikan layanan pendidikan terbaik. Agar anak-anak kita yang sedang belajar di rumah tetap bahagia menjalaninya. Hal ini akan menjadi kunci keberhasilan.
Penulis : Gogot Ardyas Moko, S.Pd.
Editor : Nurul Rahmawati, M.Pd.