Corona Virus Disease (COVID-19) sangat meresahkan masyarakat dunia dalam enam bulan terakhir ini. Wabah ini disebabkan oleh Novel Coronavirus (SARS-Cov-2). Sebelumnya penyakit jenis ini sama sekali belum pernah terdeteksi dalam dunia medis. Wabah ini pertama kali dilaporkan mewabah di Wuhan, China dan berkembang dengan cepat menginfeksi manusia melalui sistem pernafasan. Seperti yang dilansir worldometers.info, per Agustus 2020, sekitar 22.8 juta jiwa terinfeksi oleh virus ini dan sekitar ratusan ribu jiwa tersebut tidak mampu bertahan terhadap virus tersebut atau mengalami kematian di sekitar 213 negara di dunia.
Pada bulan Maret 2020 lebih dari 800 juta siswa di dunia melakukan pembelajaran di rumah sebagai akibat dari pandemi covid-19. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Indonesia juga membuat kebijakan terkait belajar di rumah bahkan membatalkan ujian nasional 2020. Kebijakan belajar di rumah ini dilakukan untuk mengurangi interaksi fisik sebagai upaya pencegahan penularan virus corona jenis baru atau covid-19.
Pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini sebenarnya tidak mudah dilakukan, berbeda hampir 80 derajat dengan pembelajaran tatap muka (face to face). Perbedaan yang paling mendasar tentu siswa tidak bisa melakukan interaksi langsung dengan guru. Sehingga komunikasi yang terjalin sangatlah terbatas. Keterbatasan komunikasi menyebabkan terjadinya pemerolehan informasi dan intruksi dari guru sangatlah terbatas. Berbagai kendala juga muncul dalam penerapan pembelajaran daring. Pembelajaran melalui internet menjadi hal yang sulit dilakukan di beberapa daerah tertentu dengan jaringan yang tidak memadai. Penggunaan kuota internet juga memunculkan pengeluaran biaya baru yang bisa menjadi masalah bagi beberapa siswa yang mengalami kesulitan finansial. Kesuksesan dari penerapan pembelajaran daring juga tergantung dari kesiapan sekolah penyelenggara serta guru pengajar. Tidak semua guru mampu menyampaikan keseluruhan materi dengan optimal melalui sistem pembelajaran daring.
Penerapan kebijakan belajar di rumah membuat sebagian siswa merasa cemas dan tertekan. Banyaknya tugas yang diberikan oleh guru membuat banyak siswa merasa stres dalam menjalani pembelajaran daring. Tidak hanya banyak, tugas yang diberikan oleh guru juga dianggap memberatkan dan memiliki waktu pengerjaan yang sangat singkat sehingga membuat siswa kebingungan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dengan banyaknya tugas yang diberikan siswa bisa menghabiskan waktu dari pagi hingga malam hari hanya untuk menyelesaikan berbagai tugas daringnya. Kondisi tersebut sebelumnya tidak terjadi ketika kegiatan belajar mengajar masih dilakukan di sekolah.
Berbagai pemicu kecemasan siswa antara lain kurang memahami materi, deadline tugas, internet tidak stabil, kesulitan mengerjakan tugas, dan kesulitan membeli kuota internet. Pemahaman yang kurang terhadap materi serta waktu pengerjaan tugas yang singkat membuat siswa merasa tertekan. Kurangnya penguasaan materi membuat siswa kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Hal tersebut memunculkan kecemasan bagi siswa mengenai potensi penurunan nilai ujian hingga ketidaksiapannya dalam menghadapi tingkat berikutnya. Siswa khawatir apabila ketika pembelajaran sudah kembali normal mereka tidak bisa mempelajari materi baru dengan baik karena tidak paham dengan materi sebelumnya. Kondisi tersebut juga dikhawatirkan dapat mempengaruhi kemampuannya setelah lulus dari sekolah, baik itu melanjutkan perkuliahan maupun bekerja.
Koneksi internet menjadi masalah yang cukup berpengaruh dalam proses pembelajaran daring. Siswa merasa cemas jika kesulitan mengikuti pembelajaran daring ketika tidak mampu membeli kuota internet. Selain itu kondisi jaringan yang tidak stabil membuat siswa takut apabila terjadi berbagai kendala teknis. Kendala teknis yang dimaksud antara lain seperti tugas yang tidak berhasil terkirim, terlambat mengikuti kelas, hingga kesulitan mendengarkan penjelasan guru dengan baik.
Faktor kecemasan siswa dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) tentu berakibat buruk pada kondisi psikis. Untuk itu peran manajemen sekolah sangat diperlukan untuk mengurangi dampak tersebut. Salah satu yang bisa dilakukan oleh sekolah adalah menerapkan Pembelajaran Jarak Jauh Terintegrasi. Dengan leading sector kepala sekolah selaku manajer, PJJ harus bisa dipantau dan dikontrol pelaksanaannya tiap hari. Pemantauan itu meliputi kehadiran guru dalam mengajar, kehadiran siswa dalam belajar di rumah, jumlah tugas guru ke siswa, pelaporan ke orang tua per hari, pelaksanaan PJJ dalam tiga tipe yaitu full daring, semi daring dan luar jaringan, pemberdayaan guru BK melalui bimbingan konseling selama PJJ, laporan perkembangan siswa, supervisi guru dan pendidikan karakter siswa.
Dengan penerapan PJJ Integratif, semua komponen pendidikan terlibat. Komponen tersebut antara lain Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Wali Kelas, Guru BK, Guru Mata Pelajaran, Orang Tua dan Pengawas Sekolah.
Anda tertarik menerapkan PJJ Integratif? Silahkan datang ke SMKN 1 Tuntang. Kami siap berbagi.
1 komentar
Pratiwi Andayani (SMP N 3 Satap Sambirejo), Kamis, 20 Agu 2020
Terus berkarya jadi sekolah berbasis digital di Jawa Tengah