Sudahkah Anda tahu siapa Windy Ariestanty? Dia adalah seorang traveler yang senangnya jalan-jalan. Bisa jadi, apa yang dilakukan Windy juga dilakukan oleh banyak orang. Karena berlibur adalah hal yang menyenangkan. Tetapi kenapa sosok Windy Ariestanty begitu terkenal? Hal ini tidak lain karena dia menulis setiap perjalanan yang dilakukannya. Tulisan perjalanannya dijadikan buku berjudul Life Traveler.
Apa yang dilakukan Windy Ariestanty ini menginspirasi saya untuk melakukan hal yang sama. Jika Windy menulis perjalanan pikniknya yang mampu membawa pembaca ikut merasakan suasana perjalanan dirinya, seolah berada di tempat yang sama dalam cerita tersebut, saya menulis cerita perjalanan membangun sekolah. Perjalanan membangun sekolah dari nol minus (banyak utang) menjadi sekolah kategori mandiri (sesuai visi sekolah) yang terus berbenah. Bagaimana saya membangun sekolah ?
Ada enam kunci yang kami pegang dalam membangun SMKN 1 Tuntang. Kunci yang pertama adalah percaya diri dan optimis. Kelemahan sekolah kami bukan menjadi penghalang tetapi sebaliknya menjadi modal pemicu untuk maju. Saya selalu menekankan rasa percaya diri dan optimis kepada warga sekolah untuk menatap masa depan. Biarpun sekolah “mewah”, tapi saya yakin sekolah ini akan menjadi besar dan diminati banyak orang. Maka pada perencanaan Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM), saya buat dengan “pede”.
Kunci yang kedua adalah berorientasi pada tugas dan hasil. Saya selalu mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energik dan berinisiatif kepada teman-teman. Berinisiatif artinya selalu ingin mencari dan memulai. Untuk memulai diperlukan niat dan tekad yang kuat, serta karsa yang besar. Berbagai hal berhasil kami capai antara lain mengubah ulangan dari manual ke digital, mengawal guru-guru membuat kurikulum sekolah tepat waktu, menambah jumlah murid dari awalnya 143 menjadi 370, menguatkan literasi melalui Program Satu Hari Satu Guru Satu Tulisan dan meningkatkan kompetensi guru melalui Forum Ilmiah Mingguan.
Keberanian mengambil resiko menjadi kunci yang ketiga. Kami berani menanggung resiko untuk selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik. Keberanian menanggung resiko dilakukan dengan perhitungan detail dan realistik. Kepuasan yang besar diperoleh apabila berhasil dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara realistik. Walaupun sekolah kami belum ada akses jalan masuk, kami berani mengiklankan diri menjadi pusat belajar bagi sekolah lain dan guru-gurunya. Dengan modal yang terbatas, kami berani mengambil resiko untuk terus berbagi dengan yang lain. Kami mengundang sekolah lain untuk belajar membuat EKTSP yang sudah kami buat sebelumnya. Kami undang guru-guru dari berbagai propinsi untuk belajar pengembangan diri di laboratorium komputer sekolah. Karya dan karsa yang berbeda akan dipandang sebagai sesuatu yang baru dan dijadikan peluang. Alhamdulillah banyak sekolah dan guru-guru dari berbagai propinsi berkunjung ke sekolah.
Kunci yang keempat adalah kepemimpinan. Keteladanan menjadi poin penting disisi kepemimpinan. Dengan kreativitas dan keinovasiannya, saya membuat program baru yang belum dilakukan oleh sekolah lain. Saya ajari guru-guru saya step by step dengan sabar. Kami bergerak dengan Android Based Test yang sudah saya laksanakan selama jadi guru. Guru-guru belajar digitalisasi proses pembelajaran seperti yang saya lakukan sebelumnya.
Kunci kelima adalah berorientasi ke masa depan. Ketika bicara pembelajaran abad 21, kami segera merespon dengan mengupgrade kemampuan guru. Sistem evaluasi kami ubah dari manual ke digital, dan bahan ajar bertransformasi dari buku menjadi Electronic Book (Ebook). Administrasi pengelolaan sekolah dirintis dalam bentuk digital dan bisa diakses oleh semua warga sekolah.
Kunci terakhir adalah Keorisinalan. Kami merasa tidak pernah puas dengan cara-cara yang dilakukan saat ini meskipun cara tersebut cukup baik, selalu menuangkan imajinasi dalam pekerjaannya, dan selalu ingin tampil berbeda atau selalu memanfaatkan perbedaan.
Menutup Catatan kali ini saya senang dengan kalimat Andi F Noya, “Kebahagiaan tidak akan habis hanya karena membaginya. Ketahuilah, kebahagiaan bertambah ketika kamu bersedia untuk berbagi”.
Penulis : Ardan Sirodjuddin, Kepala SMKN 1 Tuntang